Tuesday, May 9, 2017

MENELAN PAGI



MENELAN PAGI

Oleh Fuat Anggrianto




Pagi, sudah kuhilangkan istilah itu dari pikiranku. Aku tidak pernah mengenal lagi pagi. Bagiku hidupku berjalan pada tiga waktu saja, yaitu malam, siang, dan sore. Tidak ada yang namanya pagi, matahari terbit dengan malu-malu dari arah timur, ayam-ayam berkokok, burung-burung mulai bersiul, pohon-pohon yang tampak segar dengan embun yang mencoba untuk membasahi setiap daunnya, para ibu berangkat ke pasar untuk berbelanja, para ayah meminum kopinya, dan angin mengiris tipis kedinginan yang akan mulai beranjak hangatnya mentari. Itu hanyalah omong kosong semata.

***

Hmm. Nikmat terasa ketika aku memutarkan sedikit punggungku ke kanan dan kiri, “kretek” bunyi punggungku yang telah menikmati tidurnya semalam. Kurapikan spray tempat tidurku, dan kemudian kulipan selimut tipisku berwarna putih dengan garis-garis hitam. Aku mulai bangun dari tempat tidur sponsku yang mulai mencekung. Sedikit kurasakan mual dan mata berkunang-kunang. Itu hal biasa, terkadang pandanganku tiba-tiba samar. Kata teman-temanku di kantor itu karena aku mengalami kurang darah ketika tidur. Setelah itu aku cepat-cepat mandi, makan, minum kopi, dan segera merias diri.
            Sudah tidak sabar aku ingin menemuinya, berbicara dengannya, dan bergurau dengannya. Setiap hari selalu kulalui bersamanya. Bagiku ia adalah tema terbaik, terindah, dan segala-galanya. Kadang ia tampak seperti temanku, kadang ia tampak seperti kakakku, kadang ia tampak seperti ibuku, dan kadang ia tampak seperti kekasihku. Ketika waktunya telah sampai ia selalu menungguku, selalu ada untukku, di saat aku senang, sedih, marah, dan hina sekalipun. Pagi, itulah dia. Sudah tak sabar aku ingin bertemu denganmu. Kupercepat gerakanku agar aku bisa segera bertemu denganmu. Bajuku putih bergaris hitam telah kusetrika, rammbutku telah kusisir ke arah kanan, dan jam tangan menunjukkan waktu 06.00 telah aku kenakan. Akupun segera bergegas menuju ke tempatmu. Sudah tak sabar aku ingin melihat keindahanmu pagi.

            “hai, kenapa hari ini kau datang lebih pagi daripada biasanya?”

kalimat pertama pagi untukku di hari itu. mendengar suaranya pun hatiku terasa membunga dan untuk sekkejap aku terbang.

“iya, aku ingin lebih awal melihatmu karena ini hari minggu. Sudahkah kau sarapan? Aku membawakanmu nasi putih dan telur mata sapi untukmu” jawabku.

Akhirnya kami meneruskan pembicaraan dengan sarapan pagi yang telah aku bawa dan aku buat dengan penuh cinta. Sungguh ini hari yang sangat menyenangkan. Melihatnya saja kurasakan walaupun aku tak makan satu minggu aku kuat ketika aku berada disampingnya. Setiap aku berbincang dengannya selalu aku merasakan ketenangan. Setiap masalah yang kuceritakan padanya, selalu menemukan jawaban yang menenangkan. Selalu ketika aku mendapatkan banayak masalah aku selalu mencurahkan pada pagi. Tak jarang ia memberikanku solusi yang brilian. Memecahkan masalahku. Sehingga hariku kembali bersemangat.

“pagi, aku ingin berkeluh kesah padamu. Akhir-akhir ini aku merasa sepertinya aku sudah dilupakan oleh kawan-kawanku. Setiap hari di kantor aku tak pernah disapa. Setiap aku lewat di depan mereka, tak pernah mereka melihat ke arahku. Yang terparah kemarin, aku dipanggil oleh menejerku, aku dimarahi, ia bilang bahwa aku tak profesional, tak becus dalam bekerja, dan aku tak bisa apa-apa. Beliau juga telah menuduhku ingin menggulingkannya dari jabatan.ia menganggap bahwa aku telah menyusun rencana untuk menjatuhkan nama baiknya.” Curahku

“kau seharusnya tak perlu terpancing olehnya, mungkin sajalah dia sekedar ingin memperbaiki semangatmu”

“tidak pagi, tidak. Beliau memang menganggap aku ini sampah yang tidak mampu melakukan apa-apa. Aku sudah lelah pagi. Aku lelah dengannya. Selalu menyuruh, mengomentari pekerjaanku. Tapi pekerjaannya sendiripun berantakan. Beliau suka tidur, kemana-mana selalu menyuruh bawahannya. Aku ingin membalas dendam padanya. Aku punya rencana. Bantulah aku paagi.” Pintaku

“bantu apa? Rencana apa yang kau maksudkan?”

“ikutlah bersamaku pagi, kita hidup berdua seperti keluarga yang merdeka. Biarlah orang-orang itu kehilangan pagi. Sehingga mereka selamanya tak akan pernah merasakan pagi. Biar mereka tau bahwa mereka juga punya kettergantungan padamu pagi. Ikutlah bersamak.” Pintaku

Aku menarik tangannya dan membawanya berlari menuju kerumahku tanpa mendengar jawaban pagi. Seketika aku menjadi marah pada semua orang karena mereka semua tak pernah menganggapku ada. Sekarang pagi bersamaku. Ia bersamaku. Biarkan orang-orang kehilangan pagi mereka. biar mereka tak dapat melihat pagi mereka kembali. Biarkan mereka tau bagaimana rasanya menjadi orang yang terkambinghitamkan.

***

            Sudah satu bulan waktu berlalu tanpa pagi. Orang-orang yang dulunya semangat menghirup udara segar, ayam-ayam berkokok, ibu pergi ke pasar, ayah minum kopi, dan embun membasahi tanaman kini telah tiada. Kini orang-orang mulai gempar ditinggal pagi. Para pemadam kebakaran setiap hari menyiramkan airnya ke tanaman-tanaman. Para polisi membunyikan sirinenya layaknya suara kokokan ayam. Kota benar-benar kacau tanpa pagi.
            “ini benar-benar gawat pak wali kota, kita harus segera mencari pagi. Jika pagi tidak ditemukan maka kita tidak akan memiliki semangat untuk hidup” ucap sang ajudan. “baiklah kuperintahkan kepada seluruh rakyatku, carilah pagi dimanapun sampai ketemu. Dan yang bisa menemukan pagi akan ku bayar dengan seluruh uang yang ada di kas pemerintahan.” Ucap wali kota. Setiap orang yang dulunya pekerja, kini semua bingung tanpa semangat. Mereka akhirnya berebut untuk mencari pagi. Karena dengan pagi mereka dapat bayaran yang berlimpah. Yang dulunya menejer, teman kerjaku, tetanggaku, dan seluruh orang kini telah ramai-ramai mencari pagi. Mereka tidak akan tau kalau pagi ada denganku di rumahku.

“lihatlah pagi, akhirnya mereka mengerti akan artinya ketidakpuasan. Aku puas dengan apa yang kulakukan. Aku disini dapat hidup denganmu. Bahagia. Sedangkan mereka disana bingung dengan segala bentuk mencari kebahagian yang dulu pernah mereka dapatkan.” Ucapku

“dengarlah aku. Bukan ini cara meraih mimpimu. Kau melakukan hal yang baik bagimu sendiri tapi belum tentu untuk orang lain. Dengarkan aku, sampaikapanpun mimpi akan tetap menjadi mimpi jika kau tak ingin berusaha padaku. Sudahlah, lupakan semuanya, aku akan keluar dan kembali kepada semua orang, tidak hanya untukmu.”

“tidak pagi, jangan lakukan itu. hidupku tak akan sama seperti mereka jika kau pergi dariku sekarang. Lihat ak sekarang lebih bahagia daripada mereka.” Ucapku

Pagi seketika itu langsung berlari keluar membuka pintu rumah. Diluar sudah terlalu banyak orang yang bingung mencari pagi. Ketika aku mencoba menghentikannya, seperskian detik aku terlambat. Dan akhirnya pintu terbuka, semua orang melihat ke arah rumahku, ke dalam rumahku. Pagi berjalan menuju depan rumah. Tubuhku kaku, tak bisa kugerakkan. Antara takut dan salah.

            “hidupmu akan menjadi hidup jika kau berusaha untuk lebih dari sekedar hidup.”

Saat itulah ayam tiba-tiba berkokok.



sumber:  Anggrianto, Fuat.2017. Menelan Pagi. Radar Bromo. 12 Maret 2017

No comments:

Post a Comment