Oleh Fuat Anggrianto
sumber ilustrasi: sigambar.com
Bapak-bapak,
anda pasti menginginkan anak yang patuh pada orang tua, rajin beribadah, rajin
belajar, dan intinya mereka jadi anak yang baik. Orang tua mana yang tidak
menginginkan anaknya tumbuh menjadi semacam itu. Apalagi di zaman yang semodern
ini. Bukannya malah tenang kita sebagai orang tuakan jadi khawatir. Saat ini
kalau anak usis SD kelas 6 pegang smartphone itu sudah biasa. Anak usia 12
tahun punya facebook itu biasa. Anak SMP usia 13 tahun punya instagram itu juga
biasa. Anak SD kelas 4 naik motor itu juga sudah banyak. Anak SMP kelas 9 yang
sudah hamil duluan itu juga sangat buanyak.
Ibu-ibu,
anda pasti khawatir jika anak anda menyalahgunakan segala fasilitas yang telah
anda berikan kan? Padahal niat kita sebagai orang tua untuk mendukung anak. Kita
tidak ingin anak kita jauh tertinggal dengan yang lain. Kita juga tidak ingin
pula anak kita susah karena cukup kita saja yang susah pada zaman dulu. Tapi jika
anak kita belikan motor, tapi akhirnya pulang sekolah mereka malah keluyuran,
pulang malam, dan main tak jelas, apa tidak membuat kita jadi khawatir. Kalau kita
belikan smartphone untuk mudah berkomunikasi dengan kita dan teman mereka tapi
ternyata digunakan untuk melihat konten-konten YANG
DIINGINKAN, tentu kita khawatir.
Kalau
zaman dahulu anak cenderung patuh pada
orang tua karena mereka tidak terinfeksi virus-virus dari televisi dan
internet. Ke sawah, cari kayu bakar, jalan kaki itu sudah biasa bagi anak dulu.
Kalau bagi anak sekarang, pacaran, balapan, jagongan, itu hal biasa. Jika anak
zaman dulu mengaji itu sampai usia hampir menikah, kalau sekarang usia SMP
sudah buyar. Alasannya biar bisa fokus unas, focus sekolah, dan lainnya. Kalau dulu
ada anak sore hari masih tampak di jalan pasti ditanya “leh, gak ngaji a leh? Tak
warahno bapakmu on”. Yang artinya “nak kamu tidak mengaji? Saya laporkan ke
bapakmu nanti”. Kalau sudah diomongi semacam itu pasti anak itu takut dan
langsung pergi mengaji. –curhat sedikit—. Tapi kalau anak sekarang sore masih
di warnet, masih pacaran, masih cangkrukan tidak ada orang yang bertanya
seperti itu. Mungkin ini juga yang menjadi penyebab anak malas untuk mengaji.
Bapak-ibu.
Bagi sebagaian orang tua, khususnya yang muslim jalan pintasnya adalah mengirim
anak ke pendidikan pondok pesantren. Mengapa demikian, karena pendidikan pondok
pesantren cenderung bersifat agamis yang mampu membawa anak lebih santun dan
religius. Di pesantren seorang anak akan benar-benar diajarkan tentang
nilai-nilai keislaman sehingga mereka mampu menerapkannya kelak ketika kembali
ke masyarakat. Mungkin ini salah satu jalan pintasnya ketika anak lulus SD,
banyak orang tua yang memutuskan untuk memondokkan anak mereka ke pondok
pesantren dengan harapan kelak ketika mereka kembali akan menjadi anak yang
berbakti kepada orang tua Amin.
Tapi
perlu diingat bapak-ibu, jika anak anda ingin menjadi seorang yang religius
tentu haruslah dididik mulai dini. Tak usahlah kita menunggu mereka lulus SD. Mulai
dari balita kita bisa mendidik anak ala pondok pesantren walapun sebenarnya
kita juga bukan alumni pesantren. Tapi tidak ada yang tidak mungkin kan. Mungkin
untuk awal yang baik minimal kita ajarkan salat lima waktu tanpa telat, mengaji
rutin di maderasah atau TPQ terdekat, dan masih banayk lagi. Tapi perlu diingat
bapak-ibu, sebelum kita membiasakan pada anak, alangkah baiknya kita
membiasakan semuanya itu pada diri kita dahulu. Mari kita perbaiki diri dulu,
minimal berkata yang baik-baik, salat lima waktu, dan rajin mengaji.
No comments:
Post a Comment